Dilema Pendamping Desa di Simpang Jalan

0
2653
Tari 1000 topeng pada pembukaan pelatihan peningkatan kapasitas tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa (22/08)

“Luar biasa. Seorang manusia dengan 1 topeng bisa memerankan beragaram karakter,” ungkap Agus Wahyudi, Kepala Dinas PMD Provinsi Jawa Timur.

Hal itu disampaikannya setelah pertunjukan tari 1000 topeng selesai dipentaskan dalam pembukaan pelatihan peningkatan kapasitas tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa, di Malang, Selasa malam (22/8).

Menurut Agus, Pendamping Ahli juga demikian. Harus menggunakan “topeng”, yang bisa digunakan dalam berbagai momentum. Ketika bertemu pemuda misalnya, menurut Agus, pendamping harus bisa membimbing. Demikian juga ketika bertemu kepala desa, maka seorang pendamping harus siap mendampingi.

Agus menegaskan, para pendamping harus mengawal Dana Desa dengan baik dan benar. Agus optimis, tingginya inflasi di desa-desa serta kemiskinan di Jawa Timur bisa ditekan dengan memaksimalkan Program Pembangunan dan Pemberdayaan dari Dana Desa.

Karena menurutnya, Dana Desa dengan empat prioritas yang ada, yaitu Embung desa, BUMDesa, Produk Unggulan Desa hingga Sarana olahraga desa, dapat disinergikan dan dimanfaatkan untuk masyarakat desa.

Koordinator Pendamping Jawa Timur, Andry Dewanto Ahmad, mengatakan, Topeng bagi para Pendamping bisa dilihat dari berbagai perspektif.
“Tinggal kita liat di titik mana. Kalo kita liat dari aspek negatif, ya, itu sendiran buat kita.
Tp jika kita maknai positif, maka akan baik maknanya,” jelasnya.

Andry mengatakan, ada dilema dan kontroversi dalam program Pendampingan Dana Desa ini.

Yang pertama, Pendamping bukanlah pemilik atau pengelola keuangan desa. Kedua, Pendamping bukanlah pengawas keuangan desa. Ketiga, Pendamping, menurut sejumlah pakar, dianggap tidak mampu memberikan jawaban atas kebutuhan dan pertanyaan yang berkembang di desa.

“Tapi anehnya, Pendamping desa bilang tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan masih kesulitan mendapatkan dokumen perencanaan desa. Ketika diserukan bahwa pelaporan Dana Desa dengan nomor khusus oleh Satgas Dana Desa, aparatus desa juga menolak. Desa bilang cukup di awasi inspektorat”, ungkap Andry.

Untuk menghindari terjadinya penyelewengan Dana Desa, maka pengawasan melalui Inspektorat akan diperkuat.

Tak hanya itu, Andry juga mendorong, agar para Pendamping menghidupkan kelompok-kelompok kecil, diskusi-diskusi kecil, yang terdiri dari masyarakat desa.

Menurutnya, diskusi kecil yang teratur di desa dengan melibatkan berbagai elemen desa akan membuat masyarakat memahami filosofi, tujuan, program dan target UU desa serta Dana desa.

“Bila orang desa telah pintar akan desanya, maka mereka akan jadi pengawas efektif. Sebab orang pintar tidak akan bisa diam,” jelasnya.

Ke depan, lanjut Andry, para pendamping harus memperkuat diri sendiri dengan senantiasa belajar dan belajar. Andry juga menekankan pentingnya menjaga moralitas Pendamping.

“Hanya ada 1 alasan untuk sukses: tidak ada alasan. Jika ada Pendamping yang moral hazart, bersihkan. Perintah saya hanya 2: jika bagus, lanjutkan. Jika tidak, bersihkan”, ucap Andry dengan tegas. (Andiono)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here