Percepat Pengembangan BUMDesa, PA PED Bondowoso Studi Banding ke Malang

0
1700

Bak gayung bersambut, spirit kementerian desa PDTT dengan empat program prioritasnya: Produk Unggulan Desa (Prukades), BUMDesa, Embung serta Sarana Olahraga, disambut dengan antusias di Kabupaten Bondowoso.

Itu terlihat dari sejumlah destinasi wisata yang mulai bermunculan. Tak hanya itu, BUMDesa dengan prukadesnya pun mulai tumbuh.

Untuk mengawal spirit kemendesa serta mensupport desa yang ingin mengembangkan potensinya, sudah menjadi kewajiban bagi para pendamping desa untuk senantiasa belajar dan mengasah kemampuannya.

Itulah yang dilakukan oleh Alifatul Lailiyah, Pendamping Ahli Pengembangan Ekonomi Desa (PED). Bersama sejumlah Pendamping yang membidangi PED, Alifatul Lailiyah, yang lama malang-melintang dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan di desanya, datang berkunjung ke BUMDesa Sumber Sejahtera, Desa Pujon Kidul, Kec Pujon, Malang, Sabtu (26/8).

“Selesai Pelatihan Program Inovasi Desa, saya bersama PA PED Ngawi Hidayatul Imam, PED Bojonegoro Winarti dan PED Magetan Ari Enggarsasi, menyempatkan menimba pengalaman di cafe sawah yang dikelola BUMDesa Sumber Sejahtera”, ungkap mantan aktivis PMII ini.

Aktivis yang juga lama di Jakarta menjadi pegiat Community Based Disaster Risk Management NU (CBDRM NU) kerjasama dengan AUS AID ini mengungkapkan ketertarikannya ke cafe sawah, lantaran konsepnya yang sederhana, yaitu refresing pemandangan alam dan suasana sawah dengan sayuran kol, selada dan wortel dan taman bunga yaang beraneka warna.

“Cafe ini juga terintegrasi dengan budidaya ikan tawar yang bisa menjadi hidangan. Kita bisa menggoreng ikan yang kita pancing langsung di tempat,” ucapnya.

Tak hanya sayuran dan ikan yang menjadi daya tarik pengunjung. Menurut Alif, di lokasi ini juga terdapat kuda dan motor trail mini (ATR) untuk berkeliling atau sekadar melihat-lihat suasana.

“Di sini juga memadukan konsep wisata edukasi dalam dunia pertanian dan peternakan,” akunya.

Alif mengatakan, masing-masing pengunjung bisa dikenai biaya paket perorangan Rp 8.000. Dari nominal itu, senilai Rp 5.000 bisa digunakan untuk voucer belanja tiap tiket.

“Jadi sebenarnya, masuknya bisa dibilang murah, hanya Rp 3.000. Itu karena yang Rp. 5.000 bisa untuk beli-beli makanan kuliner di lokasi”, jelasnya.

Daya tarik lainnya, lanjut Alif, BUMDesa ini juga terintegrasi dengan warga desa. Bentuknya, dengan menyilahkan warga yg punya lahan untuk berhualan di lokasi dan adanya homestay untuk wisatawan yang ingin agak lama berkunjung menikmati indahnya pemandangan.

“Di rumah-rumah warga, pengunjung juga bisa langsung memerah susu sapi serta ikut bertani,” ucapnya.

Usaha ini tentu melibatkan banyak pihak. Di cafe saja, ada 10 orang, koki 8 orang. Tapi total di semua lokasi berjumlah 63 orang. Sedangkan untuk gajinya, menyesuaikan dengan jumlah pengunjung yang datang.

“Kita nerimanya beragam tiap bulannya tergantung berapa banyak pengunjung. Kalau rame ya dapatnya lumayan, kalo lagi sepi ya, yang penting cukup”, ungkap salah satu pelayan yang juga kader pokdarwis (kelompok sadar wisata).

Saat ditanya tentang sirkulasi uang di cafe sawah ini, ketua pengelola Ibadurrahman menjelaskan cukup besar.

“Berkisar rata-rata kurang lebih 500 juta perbulannya. Tapi belum dipotong operasioanal seperti gaji karyawan, listrik, perawatan, kebersihan dan lainnya. Ya, yang penting kita bisa memberi pemasukan bagi PADesa”, imbuh Ibad.

Alif berharap, sepulang dari Malang nantinya, praktik cerdas BUMDesa cafe sawah berupa kemampuan membaca potensi lokal dengan daya dukung sosial masyarakat sekitar bisa diserap dan diaplikasikan di Kabupaten Bondowoso.(Andiono)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here